Tuesday, February 23, 2010

Ringkasan Film UP IN THE AIR


Dalam setahun, ada 322 hari yang digunakan Ryan Bingham (George Clooney) di antara awan, di atas kursi kelas bisnis pesawat, dan hotel mewah untuk sesekali menyentuh bumi untuk memecat karyawan perusahaan orang lain. Ini sebuah profesi yang tidak enak: Ryan disewa untuk menyampaikan berita buruk bagi karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja. Para direktur biasanya tak punya nyali untuk memecat karyawannya sendiri, terutama mereka yang sudah bekerja belasan tahun. Tapi itulah hidup. Perusahaan tempat Ryan Bingham adalah sekumpulan kapak yang bertugas memenggal setiap harapan hidup.

Tapi ini bukan kisah kemanusiaan. Ini adalah kisah Ryan Bingham yang begitu bangga mengejar ribuan kilometer di atas awan hanya untuk mendapatkan sebuah kartu platinum yang menandakan dia seorang langganan penumpang yang istimewa; VIP; penting. Menjadi orang yang diistimewakan sungguh penting bagi Ryan. Pilihan hidupnya adalah tidak menikah, tidak punya pacar tetap; tidak punya rumah, tidak punya komitmen apa pun dalam hidup kecuali terbang dari satu kota ke kota lain untuk memecat dan pergi.

Di antara perburuan menuju target ribuan kilometer di udara, Ryan bertemu dengan dua perempuan yang akan mengubah gaya hidup dan pilihannya yang sungguh dangkal dan banal. Yang pertama adalah Alex (Vera Farmiga), yang juga lebih banyak hidup dalam perjalanan, dan bertubuh begitu fleksibel hingga bercinta di dalam toilet pesawat yang sempit pun, menurut dia, tak ada persoalan. ”Aku adalah kamu,” kata Alex, yang mengaku tak akan menuntut apa pun dari Ryan, ”hanya, bedanya, aku memiliki vagina.”

Maka jadilah pasangan yang cocok di udara itu menyusun jadwal untuk bertemu di salah satu perhentian mereka, untuk bergumul, untuk kemudian berpisah dan terbang lagi.

Perempuan kedua adalah Natalie (Anna Kendrick), seorang perempuan muda berusia 20-an tahun, yang berbuih-buih dengan ambisi untuk segera maju. Ide yang dikemukakan di kantor tempat Ryan bekerja adalah potong semua ongkos penerbangan, dan pecatlah karyawan melalui teknologi komputer belaka. Mudah, murah, dan efektif, meski tidak manusiawi sama sekali. Ide ini mengguncang Ryan, yang seumur hidupnya telah berumah di udara.

Sutradara Jason Reitman, yang namanya langsung melejit setelah film pertamanya, Juno, mendapat pujian kritikus film, kini semakin menggunakan humor gelapnya tentang bagian yang paling ditakuti manusia: hidup sendirian tanpa kepastian.

Pertemuan Ryan dengan Alex membuat dia menyadari bahwa ternyata rasa keterikatan bukan sesuatu yang bisa dihalangi. Ketika Ryan pertama kali mematahkan rutinitasnya dan menghadiri perkimpoian adiknya di kampungnya, barulah dia menyadari bahwa di dasar hatinya yang paling bawah dia menginginkan sebuah hubungan yang berarti. Sebuah sentuhan atau koneksi dengan hati manusia yang lain.

Ketika Ryan mulai menyadari perubahan sikap dan hatinya pada hubungan manusia, justru ia kemudian terbentur oleh sosok dirinya sendiri. Alex adalah sosok seperti dirinya; bedanya, dia perempuan.

Vera Farmiga, Anna Kendrick, dan Jason Bateman tampil cemerlang. Tapi ini adalah film milik George Clooney. Dia akan bersaing ketat dengan Jeff Bridges (dalam film Crazy Heart), yang sama-sama dinominasikan sebagai aktor terbaik Academy Awards.

Film Up in the Air adalah perjalanan seseorang yang selama ini mengira kakinya dijejakkan di udara. Tapi ternyata selama ini, dia tahu, rumah yang sesungguhnya adalah di bumi.

Judul: UP IN THE AIR Sutradara: Jason Reitman Skenario: Jason Reitman, Sheldon Turner Berdasarkan novel karya Walter Kirn Pemain: George Clooney, Vera Farmiga, Anna Kendrick
(Dari Majalah TEMPO Edisi 53/XXXVIII 22 Februari 2010)

Ringkasan Film THE BLIND SIDE




Film The Blind Side ceritanya ada sebuah malam di Memphis, Tennessee, yang tumpah ruah oleh hujan, Leigh Anne Tuohy dan keluarganya melihat seorang remaja lelaki Afro-Amerika yang tambun menyusuri jalan. Sendiri, lapar, dan basah. Leigh Anne (diperankan Sandra Bullock dengan rambut yang dicat blonda dan aksen Selatan yang kental) meminta suaminya menghentikan mobil dan mendekati anak itu. Tanpa berpikir panjang, Leigh Anne mengajak sang remaja yang dikenal dengan nama Big Mike alias Michael Oher (Quinton Aaron) itu untuk berlindung di rumahnya yang luas dan mewah.

Kita kemudian membayangkan sebuah problem rasis, kesenjangan sosial, dan segala hal yang sungguh buruk akan terjadi. Tapi, tidak. Ini bukan film Crash (Paul Haggis), yang menjadikan soal rasisme sebagai peran utama. Ini kisah tentang persahabatan seorang Leigh Ann dan Big Mike. Seorang ibu dan anak.

Persoalan mengangkat seorang anak jalanan ke ”panggung peradaban” bukan cuma persoalan menjejali dia dengan pendidikan formal (ya, ya, Big Mike dianggap lamban, sehingga pada bulan-bulan pertama hampir semua gurunya putus asa), tapi juga ini persoalan perbedaan ras, pendidikan, dan lingkungan. Tapi Leigh Anne adalah seekor singa betina yang tulang-belulangnya terbuat dari besi dan hatinya terbuat dari baja. Ejekan, sindiran, dan sikap di sekelilingnya yang meremehkan Big Mike dan dirinya diterabas dengan gagah.

Ketika Big Mike dimasukkan ke kelompok rugby, Leigh Anne tahu, dia harus menggunakan bahasa yang dikenal Big Mike, yaitu bahasa insting. Dalam sebuah psikotes, disebutkan Mike memiliki insting untuk melindungi orang lain setinggi 98 persen. ”Anak-anak ini adalah keluargamu,” kata Leigh Anne menarik pemain rugby di sekelilingnya. ”Ingat bagaimana kau melindungiku dari anak-anak iseng? Nah, kau harus melindungi mereka seperti kau melindungi keluargamu.”

Dan itulah yang dilakukan Mike dengan patuh. Dengan takzim. Dia meraung mempertahankan kelompoknya seperti seekor induk harimau melindungi anaknya. Dan setelah itu, sejarah bergulir. Big Mike ditawar oleh berbagai kelompok rugby dan universitas terkemuka.

Cerita yang memberikan rasa optimisme ini (di era Obama, mereka mengatakannya zaman ”Yes, We Can”) disajikan dengan penuturan konvensional; tak ada yang istimewa, tak ada yang meledak kecuali ini adalah kisah mereka yang tertindas yang bisa melejit dan menang. Tapi di antara kesederhanaan dan penuturan yang kenvensional ini, tentu harus kita akui penampilan Sandra Bullock yang membetot perhatian. Tegas, mandiri, sesekali galak tapi ternyata penuh air mata ketika melihat sang anak angkat melangkahkan kaki ke kampus. Penghargaan Golden Globe dan Screen Actors Guild Award tahun ini yang diterimanya sebagai Aktris Terbaik mungkin akan dilengkapi dengan penghargaan Academy Awards (kalau dia dianggap bisa membabat Meryl Streep dan Carrey Mulligan).


Judul: THE BLIND SIDE
Sutradara: John Lee Hancock
Skenario: John Lee Hancock berdasarkan kisah nyata yang ditulis Michael Lewis Pemain: Sandra Bullock, Tim McGraw, Kathy Bates

(Dari Majalah TEMPO Edisi 51/XXXVIII 08 Februari 2010)